Reklamasi, Menyengsarakan
Nelayan ?
Artikel
Suap Agung Podomoro Land Adalah
Contoh Perusahaan Mengatur Pemerintah
Sabtu, 2 April 2016 15:10 WIB
M Sanusi Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai
Gerindra berjalan keluar menuju mobil tahanan usai diperiksa, di kantor KPK,
Jakarta, Sabtu (2/4/2016). M Sanusi ditahan karena diduga menerima suap raperda
tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI
Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan
Strategis Pantai Jakarta Utara. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Terkuaknya suap dari PT Agung Podomoro Land kepada anggota DPRD DKI
Jakarta adalah contoh kasus perusahaan-perusahaan yang mengendalikan
pemerintahan. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan kasus semacam ini
banyak terjadi di Indonesia.
"Corporation
rules the country banyak terjadi. Perusahaan ngatur-ngatur pemerintah (terkait)
RAPBD, Undang-Undang dan lain-lain. Ini harus dihentikan," kata Saut,
Jakarta, Sabtu (2/4/2016).
KPK memang mengatakan suap dari Agung Podomoro tersebut adalah
tergolong korupsi besar (grand corrupption). Wakil Ketua KPK La Ode Muhamad
Syarif mengatakan kasus tersebut adalah contoh paripurna dimana korporasi
mempengaruhi kebijakan publik.
"Bisa
dibayangkan bagaimana kalau semua kebijakan publik dibikin bukan berdasarkan
kepentingan rakyat banyak tapi hanya untuk mengakomodasi kepentingan orang
tertentu atau korparasi tertentu, kami berharap hal ini tidak terjadi lagi di
Indonesia," kata Syarif.
Lagi pula, kata Syarif, proyek reklamasi sudah banyak diributkan
sejak dulu dan diprotes karena dianggap bertentangan terhadap Undang-Undang
Lingkungan Hidup, Undang-Undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, Undang-Undang Perikanan dan lain-lain.
"KPK sangat menanggapi kasus
ini sangat peniting selama di sini karena ini contoh paripurna tentang
bagaimana korporasi mempengaruhi pejabat publik untuk kepentingan yang sempit
bukan umum," tukas Syarif.
Sekadar
diketahui, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan uang Rp 2 miliar kepada Ketua Komisi D DKI
Jakarta M Sanusi. Uang tersebut diberikan dua kali.
Dari
hasil penyidikan KPK, uang tersebut sebagai suap keperluan pembahasan Raperda
tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi
Jakarta tahun 2015-2035 dan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan
strategis kawasan pantai Jakarta Utara.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
Analisis
kasus
Sebelum
menganalisis kasus kita harus tau perihal reklamasi tersebut. Pada kasus
Reklamasi ini Pemerintah
mengatakan bahwa reklamasi ini memiliki tujuan untuk keadilan dan kesejeahteraan
rakyat, tapi kita bisa analisis lebih mendalam rakyat lapisan mana yang di
sejahterakan jika harga tanah hasil reklamasi yang di perkirakan PT Agung
Podomoro Land (APL) sekitar Rp 22 juta-Rp 38 juta permeter persegi. Lalu
bagaimana nasib kehidupan para nelayan dan penduduk sekitar Pulau Utara
Jakarta, Pemerintah mempunyai ide untuk para nelayan dan penduduk setempat
untuk di relokasi ke Kepulauan Seribu untuk mencari ikan. Tapi apa hanya
sebatas relokasi tidak mementingkan untuk kelanjutannya, para nelayan harus
beradaptasi dengan alam setempat lagi.
Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menuai pro dan kontra dikalangan
masyarakat. Dalam konsep pembangunan proyek Diang Sea Wall terdapat 17 pulau
buatan, dengan kode nama pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N , O,
dan pulau Q. Reklamasi tersebut melibatkan pengembang ternama dari unsur swasta
dan pemerintah yang masing-masing pengembang mendapatkan kapling pantai dan
laut untuk membangun reklamasi pantai. Pengembang yang telah mengkapling dan
menguasai pesisir dan laut Jakarta tersebut diantaranya adalah grup dari Agung
Sedayu (AGS) dan drup dari Agung Podomoro (APG). Namun sejatinya, proyek
reklamasi tentu akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, sosial dan tentunya
masyarakat nelayan yang di relokasi.
Penyedotan pasir akan merusak
lingkungan dan kehidupan nelayan. Penyedotan juga mempercepat abrasi yang
diikuti terjangan muka air laut yang menenggelamkan pulau-pulau kecil.
Penyedotan pasir dasar laut juga menyebabkan kematian biota yang tinggal
didalamnya. Selanjutnya, terjadi efek domino pada ekosistem lainnya termasuk
nelayan.
Dalam era globalisasi ini, daerah
manapun di dunia ini tidak akan pernah luput dari pembangunan, baik itu
pembangunan infrastruktur negara maupun pembangunan diberbagai sektor
kehidupan, namun yang menjadi catatan penting dalam perencanaan dan relisasi
percepatan pembangunan ini hendaknya dilakukan dengan penyesuaian-penyesuaian
masyarakat disekitar Jakarta dan juga di sekitaran wilayah jakarta. Pemerataan
pembangunan di Jakarta adalah salah satu indikator untuk memberikan kontribusi
dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan baru dan peningkatan pendapatan asli
daerahnya masing-masing. Jangan sampai percepatan pembangunan hanya berfokus
pada beberapa tempat khususnya Jakarta Utara sekitar Pantai Utara Jakarta yang
pada akhirnya akan semakin menambah kesenjangan antar masyarakat khususnya dari
aspek ekonomi. Pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan harus dikedepankan
sebagai embrio pembangunan ekonomi berkelanjutan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945.
Dari pernyataan di
atas bisa di lihat bahwa pengusaha bisa mengendalikan pemerintahan hanya dengan
memberikan suap berupa uang, Uang begitu menggiurkan sehingga bisa mengalahkan
apapun termasuk pembahasan Raperda tentang rencana wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil Provinsi Jakarta tahun 2015-2035 dan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan
strategis kawasan pantai Jakarta Utara. Hal ini sama dengan pernyataan bahwa “Pihak
berwenang jika menikah dengan uang dari borjuis maka akan melahirkan hukum yang
menindas kaum proletar”.
Jika kita kaitkan dengan teori salah
satu tokoh sosiologi hukum yang bernama Karl Marx, Ia lahir di Trier, Jerman tahun 1818. Tahun 1841 tamat dari
perguruan tinggi. Ia mengawali karirernya sebagai editor surat kabar di Jerman.
Pandanganya amat kritis terhadap penindasan yang hadir bersama sistem
kapitalisme yang mewarnai peradaban Eropa Barat. Dengan karya-karyanya,The
Comminst Manifesto (1884), Das Kapital, dll
Jika kita melihat teori Karl Marx tentang
Pertentangan Kelas, Marx mendefinisikan kelas-kelas
sosial lewat eksistensinya yang dikaitkan dengan hubungan produksi. Kaum
borjuis menjadi pemilik modal. Para ‘borjuis kecil’ yang merupakan kategori
yang tidak terlalu tajam terdiri dari para tukang atau pengrajin, pedagang,
notaris, pengacara dan seluruh birokrat. Sedangkan kaum proletar adalah mereka
yang menjual tenaga dalam bekerja.
Yang
terpenting bagi Marx bukanlah membuat deskripsi tentang stratifikasi sosial
tetapi dinamika sebuah masyarakat yang menurut pendapatnya bergerak dalam satu
konflik sentral yaitu perjuangan kelas, yaitu antara kelas borjuis dengan kelas
proletar. Kaum borjuis yang didorong oleh persaingan dan haus akan keuntungan
tergerak untuk semaksimal lama semakin mengeksploitasi kaum proletar. Karena
terperangkap dalam kemelaratan dan pengangguran yang bersifat endemik maka
kelas proletar hanya memiliki satu-satunya jalan keluar yaitu pemberontakan
sporadis atau melakukan revolusi. Karena pergulatan antar kelas ini harus
berujung pada terjadinya perubahan dalam masyarakat maka pemberontakan haruslah
bertransformasi dalam bentuk revolusi. Pemikiran-pemikirang Karl Mark :
a.
Hukum
adalah alat penyebab timbulnya konflik dan perbecahan tidak berfungsi untuk
melindungi, hanya melindungi kelompok yang dominan.
b.
Hukum
bukan alat integritas tapi alat pendukung ketidaksamaan dan dan ketidak
keseimbangan yang menimbulkan perpecahan kelas
c.
Hukum
dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa di bidang
ekonomi untuk melanggengkan kekuasaanya
d.
Hukum
bukan merupakan model idealis dari moral masyarakat atau setidak-tidaknya
masyarakat bukan merupakan manifestasi normatif dari apa yang telah di
hukumkan.
Setelah
membaca Definisi Dari Karl Marx mengenai Pertentangan Kelas, maka bisa kita
simpulkan bahwa dalam kasus Reklamasi yang sudah di bahas dalam pernyataan yang
sebelumnya, hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Karl Marx mengenai ”Hukum
dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa di bidang
ekonomi untuk melanggengkan kekuasaannya”, Yang dalam hal ini adalah terjadi
nya penguntungan pihak yang mempunyai kekuasaan yakni pengusaha (borjuis) dan
menyengsarakan kaum nelayan (proletar).
Itu
tadi sedikit tanggapan saya mengenai reklamasi yang saya hubungkan dengan
pemikiran Karl Marx Terimaksih sebelumnya kepada para pembaca, jika ada
kesalahan penulisan maupun penyampaian kata, ataupun menyinggung pihak tertentu
saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.