Selasa, 27 September 2016



Reklamasi, Menyengsarakan Nelayan ?
Artikel
Suap Agung Podomoro Land Adalah Contoh Perusahaan Mengatur Pemerintah
Sabtu, 2 April 2016 15:10 WIB

M Sanusi Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra berjalan keluar menuju mobil tahanan usai diperiksa, di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (2/4/2016). M Sanusi ditahan karena diduga menerima suap raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Terkuaknya suap dari PT Agung Podomoro Land kepada anggota DPRD DKI Jakarta adalah contoh kasus perusahaan-perusahaan yang mengendalikan pemerintahan. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan kasus semacam ini banyak terjadi di Indonesia.

"Corporation rules the country banyak terjadi. Perusahaan ngatur-ngatur pemerintah (terkait) RAPBD, Undang-Undang dan lain-lain. Ini harus dihentikan," kata Saut, Jakarta, Sabtu (2/4/2016).

KPK memang mengatakan suap dari Agung Podomoro tersebut adalah tergolong korupsi besar (grand corrupption). Wakil Ketua KPK La Ode Muhamad Syarif mengatakan kasus tersebut adalah contoh paripurna dimana korporasi mempengaruhi kebijakan publik.
"Bisa dibayangkan bagaimana kalau semua kebijakan publik dibikin bukan berdasarkan kepentingan rakyat banyak tapi hanya untuk mengakomodasi kepentingan orang tertentu atau korparasi tertentu, kami berharap hal ini tidak terjadi lagi di Indonesia," kata Syarif.

Lagi pula, kata Syarif, proyek reklamasi sudah banyak diributkan sejak dulu dan diprotes karena dianggap bertentangan terhadap Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, Undang-Undang Perikanan dan lain-lain.
"KPK sangat menanggapi kasus ini sangat peniting selama di sini karena ini contoh paripurna tentang bagaimana korporasi mempengaruhi pejabat publik untuk kepentingan yang sempit bukan umum," tukas Syarif.

Sekadar diketahui, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan uang Rp 2 miliar kepada Ketua Komisi D DKI Jakarta M Sanusi. Uang tersebut diberikan dua kali.

Dari hasil penyidikan KPK, uang tersebut sebagai suap keperluan pembahasan Raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jakarta tahun 2015-2035 dan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis kawasan pantai Jakarta Utara.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak


Analisis kasus
Sebelum menganalisis kasus kita harus tau perihal reklamasi tersebut. Pada kasus Reklamasi ini Pemerintah mengatakan bahwa reklamasi ini memiliki tujuan untuk keadilan dan kesejeahteraan rakyat, tapi kita bisa analisis lebih mendalam rakyat lapisan mana yang di sejahterakan jika harga tanah hasil reklamasi yang di perkirakan PT Agung Podomoro Land (APL) sekitar Rp 22 juta-Rp 38 juta permeter persegi. Lalu bagaimana nasib kehidupan para nelayan dan penduduk sekitar Pulau Utara Jakarta, Pemerintah mempunyai ide untuk para nelayan dan penduduk setempat untuk di relokasi ke Kepulauan Seribu untuk mencari ikan. Tapi apa hanya sebatas relokasi tidak mementingkan untuk kelanjutannya, para nelayan harus beradaptasi dengan alam setempat lagi.

Proyek Reklamasi Pantai Utara Jakarta  yang menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Dalam konsep pembangunan proyek Diang Sea Wall terdapat 17 pulau buatan, dengan kode nama pulau A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N , O, dan pulau Q. Reklamasi tersebut melibatkan pengembang ternama dari unsur swasta dan pemerintah yang masing-masing pengembang mendapatkan kapling pantai dan laut untuk membangun reklamasi pantai. Pengembang yang telah mengkapling dan menguasai pesisir dan laut Jakarta tersebut diantaranya adalah grup dari Agung Sedayu (AGS) dan drup dari Agung Podomoro (APG). Namun sejatinya, proyek reklamasi tentu akan berdampak pada lingkungan, ekonomi, sosial dan tentunya masyarakat nelayan yang di relokasi.

Penyedotan pasir akan merusak lingkungan dan kehidupan nelayan. Penyedotan juga mempercepat abrasi yang diikuti terjangan muka air laut yang menenggelamkan pulau-pulau kecil. Penyedotan pasir dasar laut juga menyebabkan kematian biota yang tinggal didalamnya. Selanjutnya, terjadi efek domino pada ekosistem lainnya termasuk nelayan.

Dalam era globalisasi ini, daerah manapun di dunia ini tidak akan pernah luput dari pembangunan, baik itu pembangunan infrastruktur negara maupun pembangunan diberbagai sektor kehidupan, namun yang menjadi catatan penting dalam perencanaan dan relisasi percepatan pembangunan ini hendaknya dilakukan dengan penyesuaian-penyesuaian masyarakat disekitar Jakarta dan juga di sekitaran wilayah jakarta. Pemerataan pembangunan di Jakarta adalah salah satu indikator untuk memberikan kontribusi dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan baru dan peningkatan pendapatan asli daerahnya masing-masing. Jangan sampai percepatan pembangunan hanya berfokus pada beberapa tempat khususnya Jakarta Utara sekitar Pantai Utara Jakarta yang pada akhirnya akan semakin menambah kesenjangan antar masyarakat khususnya dari aspek ekonomi. Pembangunan ekonomi berbasis kerakyatan harus dikedepankan sebagai embrio pembangunan ekonomi berkelanjutan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. 
 
            Dari pernyataan di atas bisa di lihat bahwa pengusaha bisa mengendalikan pemerintahan hanya dengan memberikan suap berupa uang, Uang begitu menggiurkan sehingga bisa mengalahkan apapun termasuk pembahasan Raperda tentang rencana wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi Jakarta tahun 2015-2035 dan Raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis kawasan pantai Jakarta Utara. Hal ini sama dengan pernyataan bahwa “Pihak berwenang jika menikah dengan uang dari borjuis maka akan melahirkan hukum yang menindas kaum proletar”.

            Jika kita kaitkan dengan teori salah satu tokoh sosiologi hukum yang bernama Karl Marx, Ia lahir di Trier, Jerman tahun 1818. Tahun 1841 tamat dari perguruan tinggi. Ia mengawali karirernya sebagai editor surat kabar di Jerman. Pandanganya amat kritis terhadap penindasan yang hadir bersama sistem kapitalisme yang mewarnai peradaban Eropa Barat. Dengan karya-karyanya,The Comminst Manifesto (1884), Das Kapital, dll

Jika kita melihat teori Karl Marx tentang Pertentangan Kelas, Marx mendefinisikan kelas-kelas sosial lewat eksistensinya yang dikaitkan dengan hubungan produksi. Kaum borjuis menjadi pemilik modal. Para ‘borjuis kecil’ yang merupakan kategori yang tidak terlalu tajam terdiri dari para tukang atau pengrajin, pedagang, notaris, pengacara dan seluruh birokrat. Sedangkan kaum proletar adalah mereka yang menjual tenaga dalam bekerja.

Yang terpenting bagi Marx bukanlah membuat deskripsi tentang stratifikasi sosial tetapi dinamika sebuah masyarakat yang menurut pendapatnya bergerak dalam satu konflik sentral yaitu perjuangan kelas, yaitu antara kelas borjuis dengan kelas proletar. Kaum borjuis yang didorong oleh persaingan dan haus akan keuntungan tergerak untuk semaksimal lama semakin mengeksploitasi kaum proletar. Karena terperangkap dalam kemelaratan dan pengangguran yang bersifat endemik maka kelas proletar hanya memiliki satu-satunya jalan keluar yaitu pemberontakan sporadis atau melakukan revolusi. Karena pergulatan antar kelas ini harus berujung pada terjadinya perubahan dalam masyarakat maka pemberontakan haruslah bertransformasi dalam bentuk revolusi. Pemikiran-pemikirang Karl Mark :
a.       Hukum adalah alat penyebab timbulnya konflik dan perbecahan tidak berfungsi untuk melindungi, hanya melindungi kelompok yang dominan.
b.      Hukum bukan alat integritas tapi alat pendukung ketidaksamaan dan dan ketidak keseimbangan yang menimbulkan perpecahan kelas
c.       Hukum dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa di bidang ekonomi untuk melanggengkan kekuasaanya
d.      Hukum bukan merupakan model idealis dari moral masyarakat atau setidak-tidaknya masyarakat bukan merupakan manifestasi normatif dari apa yang telah di hukumkan.

Setelah membaca Definisi Dari Karl Marx mengenai Pertentangan Kelas, maka bisa kita simpulkan bahwa dalam kasus Reklamasi yang sudah di bahas dalam pernyataan yang sebelumnya, hal ini sama dengan apa yang dikemukakan oleh Karl Marx mengenai ”Hukum dan kekuasaan merupakan sarana dari kaum kapitalis yang berkuasa di bidang ekonomi untuk melanggengkan kekuasaannya”, Yang dalam hal ini adalah terjadi nya penguntungan pihak yang mempunyai kekuasaan yakni pengusaha (borjuis) dan menyengsarakan kaum nelayan (proletar).

Itu tadi sedikit tanggapan saya mengenai reklamasi yang saya hubungkan dengan pemikiran Karl Marx Terimaksih sebelumnya kepada para pembaca, jika ada kesalahan penulisan maupun penyampaian kata, ataupun menyinggung pihak tertentu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar